Pendaki Gunung

Suatu ketika, ada seorang pendaki gunung yang sedang bersiap-siap melakukan perjalanan. Di punggungnya, ada ransel carrier dan beragam carabiner (pengait) yang tampak bergelantungan. Tak lupa tali-temali yang disusun melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat, persiapan yang dilakukan pun lebih lengkap.

Kini, di hadapannya menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat, tertutup salju yang putih. Ada awan berarak-arak disekitarnya, membuat tak seorangpun tahu apa yang tersembunyi didalamnya. Mulailah pendaki muda ini melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di hadapannya. Tongkat berkait yang di sandangnya, tampak menancap setiap kali ia mengayunkan langkah.

Setelah beberapa berjam-jam berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal. Tak mungkin baginya untuk terus melangkah. Dipersiapkannya tali temali dan pengait di punggungnya. Tebing itu terlalu curam, ia harus mendaki dengan tali temali itu. Setelah beberapa kait ditancapkan, tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari atas. Astaga, ada badai salju yang datang tanpa disangka. Longsoran salju tampak deras menimpa tubuh sang pendaki. Bongkah-bongkah salju yang mengeras, terus berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya terhempas-hempas ke arah dinding.

Badai itu terus berlangsung selama beberapa menit. Namun, untunglah tali-temali dan pengait telah menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu. Semua perlengkapannya telah lenyap, hanya ada sebilah pisau yang ada di pinggangnya. Kini ia tampak tergantung terbalik di dinding yang terjal itu. Pandangannya kabur, karena semuanya tampak memutih. Ia tak tahu dimana ia berada.

Sang pendaki begitu cemas, lalu ia berkomat-kamit, memohon doa kepada Tuhan agar diselamatkan dari bencana ini. Mulutnya terus bergumam, berharap ada pertolongan Tuhan datang padanya.

Suasana hening setelah badai. Di tengah kepanikan itu, tampak terdengar suara dari hati kecilnya yang menyuruhnya melakukan sesuatu. "Potong tali itu.... potong tali itu."

Terdengar senyap melintasi telinganya. Sang pendaki bingung, apakah ini perintah dari Tuhan? Apakah suara ini adalah pertolongan dari Tuhan? Tapi bagaimana mungkin, memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding ini begitu terjal? Pandanganku terhalang oleh salju ini, bagaimana aku bisa tahu? Banyak sekali pertanyaan dalam dirinya. Lama ia merenungi keputusan ini, dan ia tak mengambil keputusan apa-apa...

Beberapa minggu kemudian, seorang pendaki menemukan ada tubuh yang tergantung terbalik di sebuah dinding terjal. Tubuh itu tampak membeku,dan tampak telah meninggal karena kedinginan. Sementara itu, batas tubuh itu dengan tanah, hanya berjarak 1 meter saja....

Teman, kita mungkin kita akan berkata, betapa bodohnya pendaki itu, yang tak mau menuruti kata hatinya. Kita mungkin akan menyesalkan tindakan pendaki itu yang tak mau memotong saja tali pengaitnya. Pendaki itu tentu akan bisa selamat dengan membiarkannya terjatuh ke tanah yang hanya berjarak 1 meter. Ia tentu tak harus mati kedinginan karena tali itulah yang justru membuatnya terhalang.

Begitulah, kadang kita berpikir, mengapa Sang Pencipta tampak tak melindungi hamba-Nya? Kita mungkin sering merasa, mengapa ada banyak sekali beban,masalah, hambatan yang kita hadapi dalam mendaki jalan kehidupan ini. Kita sering mendapati ada banyak sekali badai-badai salju yang terus menghantam tubuh kita. Mengapa tak disediakan saja, jalan yang lurus, tanpa perlu menanjak, agar kita terbebas dari semua halangan itu?

Namun teman, cobaan yang diberikan Sang Pencipta buat kita, adalah latihan, adalah ujian, adalah layaknya besi-besi yang ditempa, adalah seperti pisau-pisau yang terus diasah. Sesungguhnya, di dalam semua ujian dan latihan itu, ada tersimpan petunjuk-petunjuk, ada tersembunyi tanda-tanda, asal KITA PERCAYA.

Ya, asal kita percaya.

Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, sehingga mampu membuat kita "memotong tali pengait" saat kita tergantung terbalik? Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, hingga kita mau menyerahkan semua yang ada dalam diri kita kepada-Nya?

Karena percaya adanya di dalam hati, maka tanamkan terus hal itu dalam kalbumu. Karena rasa percaya tersimpan dalam hati, maka penuhilah nuranimu dengan kekuatan itu. Percayalah, akan ada petunjuk-petunjuk Sang Pencipta dalam setiap langkah kita menapaki jalan kehidupan ini. Carilah, gali, dan temukan rasa percaya itu dalam hatimu. Sebab, saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka.

Pencuri Keakraban

I Yohanes 1:8-9
Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

Seorang laki-laki tua bersahabat dengan seorang anak laki-laki remaja yang bekerja bersamanya di sebuah toko kerajinan kayu. Mereka sering bekerja bersama untuk memasang bagian-bagian rumit dari kerajinan kayu untuk di jual di toko-toko cinderamata lokal.

Suatu hari, anak laki-laki itu mencuri beberapa pahatan kayu di tempat itu. Laki-laki tua yang menyaksikan kejadian itu dari dapur tidak mengatakan apa-apa tentang kejadian itu. Namun beberapa hari kemudian anak itu tidak masuk kerja. Bahkan ketika mereka bertemu, anak itu mulai menjauh dan merasa malu. Persahabatan mereka yang dulunya begitu akrab, kini terputus. Keduanya seperti dua orang asing yang baru bertemu.

Hal yang sama terjadi ketika kita berbuat dosa. Akibat paling berbahaya bukanlah kerugian akibat tindakan kita yang salah, namun rusaknya hubungan kita dengan Allah. Hubungan kita yang akrab dengan Bapa sorgawi terputus, bukan karena Tuhan tidak ingin bersekutu dengan kita, namun karena kita yang bersembunyi dan menjauhkan diri dari-Nya. Namun karena kasihnya yang begitu besar, Yesus hadir dalam hidup kita untuk menghapus semua rasa malu, rasa tertuduh dan juga menanggung semua dosa kita. Hal ini Yesus lakukan, agar hubungan kita dengan Allah Bapa dipulihkan kembali.

Jika hari ini Anda merasa ada yang menjadi penghalang hubungan Anda dengan Bapa, apakah itu rasa bersalah, kemarahan, kebencian atau dosa lainnya, datanglah kepada Yesus. Akuilah dengan kerendahan hati semua yang telah Anda lakukan dan alami. Mintalah Yesus untuk memulihkan Anda, dan mencairkan kebekuan yang ada dalam hubungan Anda dengan Bapa.

Allah sedang menantikan Anda, Dia ingin berbincang akrab dengan Anda kembali. Jangan biarkan dosa mencuri keakraban Anda dengan Bapa Sorgawi.

Di Mana Perabot Anda ?

1 Petrus 2:11

Saudara-saudaraku yang terkasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.

Ada seorang pengembara tiba di sebuah negeri di Timur Tengah. Orang ini mendengar ada seorang bijaksana di negeri itu, dan ingin menemuinya. Pria bijaksana itu di kenal saleh, dan baik hati sehingga sangat dikasihi banyak orang. Untuk itu tidak sulit menemukan pria bijaksana itu. Ketika pengembara itu bertanya dimana rumahnya, setiap orang yang di temuinya langsung menunjuk ke arah ujung perkampungan dimana berdiri sebuah gubuk reyot.

Ketika ia mengetuk pintu gubuk itu, muncul seorang pria tua yang mempersilahkan ia masuk. Pengembara itu sangat terkejut mendapati bahwa pria bijaksana itu tinggal di gubuk reyot yang isi rumahnya hanya sebuah meja, sebuah kursi, satu kompor dan alat memasak saja.

Karena merasa tidak nyaman, pengembara itu bertanya, “Dimana perabot rumah Anda?”

Orangtua tadi balik bertanya dengan lembut, “Mana milik Anda?”

“Tentu saja di rumah saya. Kan saya sedang merantau, tidak mungkin saya membawa perabotan saya,” jawab pengembara itu.

“Saya juga,” jawab orangtua yang bijak itu. “Saya kan sedang merantau di dunia ini.”

Apakah Anda sadar bahwa kita sebenarnya perantau di dunia ini? Rumah kita adalah di sorga, dimana Yesus sedang menyiapkannya bagi kita. Namun banyak orang saat ini melupakan bahwa diri mereka adalah perantau sehingga yang mereka sibukkan adalah mengumpulkan harta di dunia ini. Padahal pada akhirnya semua harta dunia itu tidak dapat mereka bawa ketika tiba saat untuk pulang ke rumah Bapa di Sorga.

Jangan lupakan bahwa Anda adalah perantau di dunia, gunakanlah harta duniawi ini untuk menghasilkan kekayaan sorgawi.

Apakah Tuhan Yesus Baik?

Dr. John Wilson pernah mengisahkan satu cerita sebagai berikut.
===========================================
Booth Tucker sedang memimpin Kebaktian Penginjilan dalam suatu Salvation Army Citadel yang besar di kota Chicago.

Suatu malam, setelah ia selesai menyampaikan khotbah dengan tema “Simpatiknya Yesus kepada Manusia”, ada seorang pria maju ke depan dan bertanya pada tuan Tucker: “Bagaimana sampai ia membicarakan tentang Allah yang penuh kasih, penuh pengertian dan penuh simpatik ini, jika isterimu baru saja meninggal, seperti apa yang sedang saya alami ini? Sementara anak-anakmu sedang menangisi ibu mereka yang pergi dan tidak mungkin akan kembali lagi, engkau pasti tidak akan berkata lagi seperti apa yang baru saja engkau khotbahkan.”

Beberapa hari kemudian, isteri tuan Tucker meninggal akibat kecelakaan kereta api. Jenazah isterinya di bawa ke Chicago serta dikuburkan di Citadel. Setelah kebaktian duka, Pengkhotbah yang sedang kehilangan isteri tercinta itu menatap peti mati dengan tenang, Kemudian memandang ke arah semua hadirin.

Lalu ia berkata: “Beberapa hari yang lalu, ketika saya berada di kota ini, ada seorang pria mengatakan bahwa jikalau isteri saya baru meninggal dan anak-anak saya sedang menangisi mama mereka, maka saya pasti tidak sanggup mengatakan bahwa Yesus itu simpatik padaku atau Yesus itu cukup baik bagiku. Seandainya pria yang saya maksudkan itu ada di sini, saya ingin menyampaikan kepadanya bahwa Kristus itu cukup baik bagiku. Hatiku sekarang hancur, bahkan berkeping-keping, namun ini ada sebuah nyanyian dari Kristus yang sangat mengasihi saya. Saya ingin mengatakan kepada pria itu bahwa Yesus Kristus telah menghibur hatiku melalui firmanNya hari ini.”

Pria yang dimaksud itu benar ada di situ dan ia datang menghampiri Tucker sambil berlutut serta menyatakan pada hari ini juga ia dan anak-anaknya mau menerima Yesus sebagai Juru Selamat mereka.

~ Gloria Cyber Ministries / Saumiman Saud

Perahu

Aku duduk menikmati senja dalam perahu keselamatanku yang sedang berlabuh. Ku lihat Yesus di ruang kemudi, menatapku dan berkata: “Lepaskan tambatan perahumu dan biarkan Aku membawa engkau ke seberang. Bukan rencanaKu, untuk engkau tetap tertambat di sini”.

Dengan takut, gelisah dan khawatir aku menjawabNya, “Tuhan bukankah lebih baik aku tetap disini. Aku tidak akan melihat topan, badai dan angin ribut. Dan aku dapat kembali ke darat kapanpun aku mau.”

Lembut Yesus memegang tanganku, menatap mataku dan berkata, “Memang disini engkau tidak akan mengalami topan, badai dan angin ribut . Tapi engkau juga tidak akan pernah melihat Aku mengatasi semua itu. Engkau tidak akan melihat Aku berkuasa atas semuanya itu, karena Akulah TUHAN. Dalam pergumulan berat, aku memandangi tali yang mengikat perahuku. Di tali itu ku lihat ada rasa khawatir akan keuangan, pekerjaan, pasangan hidup dan lain-lain”.

Dalam hati aku bertanya-tanya: tahukah IA akan apa yang aku inginkan? Mengertikah IA akan apa yang aku rindukan dan dambakan ? Yesus memelukku dan berbisik lembut. “Memang tidak semuanya akan sesuai dengan apa yang kau inginkan, rindukan dan dambakan bahkan mungkin kebalikannya yang akan kau dapat, tapi maukah kau percaya. RancanganKu adalah rancangan damai sejahtera, masa depanKu adalah masa depan yang penuh harapan”.

Ia memeluk dan menangis bersamaku, dengan berat aku melepaskan tali perahuku. Ku lepaskan semua rasa khawatir itu dari hatiku, ku taruh hak atas masa depanku di tanganNya. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku, sambil menangis aku menatapNya dan berkata: “Jadilah Nakhoda dalam perahuku dan marilah kita berlayar”.

Teman maukah kau serahkan hak atas masa depanmu dalam tanganNya, tanpa engkau pernah tahu bagaimana Ia akan merancang semuanya itu, tapi hanya dengan satu keyakinan: Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Yer 29:11)

~ Mickey Felder


Bedil

Pernah ada seseorang yang tak punya makanan apapun untuk keluarganya. Ia masih punya bedil tua dan tiga butir peluru. Jadi, ia putuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk makan malam.

Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci dan ia tembak kelinci itu tapi luput. Lalu ia melihat seekor bajing, dia tembak tapi juga luput lagi.

Ketika ia jalan lebih jauh lagi, dilihatnya seekor kalkun liar di atas pohon dan ia hanya punya sisa sebutir pelor, tapi terdengar olehnya suatu suara yang berkata begini “Berdoalah dulu, bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.”

Namun, pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang adalah lebih menguntungkan. Senapannya ia turunkan dan dibidiknya rusa itu. Tapi lantas ia melihat ada ular berbisa di antara kakinya, siap-siap untuk mematuknya, jadi dia turunkan lebih ke bawah lagi, mengarah untuk menembak ular itu.

Tetap, suara itu masih berkata kepadanya, “Aku bilang ‘berdoalah dulu,bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.’”

Jadi orang itu memutuskan untuk menuruti suara itu. Ia berdoa, lalu mengarahkan senapan itu tinggi ke atas pohon, membidik dan menembak kalkun liar itu. Peluru itu mental dari kalkun itu dan mematikan rusa. Pegangan senapan tua itu lepas, jatuh menimpa kepala si ular itu dan membunuhnya sekali. Dan, ketika senapan itu meletus, ia sendiri terpental ke dalam kolam. Saat ia berdiri untuk melihat sekelilingnya, ia dapatkan banyak ikan di dalam semua kantungnya.

Seekor rusa dan seekor kalkun untuk bekal makanannya. Ular (Iblis) mati konyol sebab orang itu mendengarkan suara Allah.

Makna :
Berdoalah sebelum kau lakukan apapun, bidik dan arahkan ke atas pada tujuanmu, dan tinggallah terpusat pada Allah.

source: http://gkpbkudussading.wordpress.com/2009/01/08/ilustrasi-dan-renungan-part-2-2/#more-135

Budaya Beribadah

Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan. 
Matius 15:2


Makan itu ada budayanya sendiri. Tiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Pergilah ke daratan Cina, Anda harus bersiap-siap menggunakan sumpit sebagai ganti sendok dan jangan kaget atau merasa aneh kalau mereka yang duduk semeja dengan Anda bersendawa dengan bebasnya. Budaya Latin juga berbeda, kalau Anda menghabiskan semua makanan di piring Anda tanpa sisa, itu sama saja memberitahukan kepada tuan rumah bahwa Anda masih lapar. Di Italia, para bangsawan selalu meletakkan pisau dan garpu bersilang setelah selesai makan. Budaya Yahudi berbeda lagi. Ada aturan mutlak yang harus mereka patuhi soal makan, yaitu membasuh tangan lebih dulu sebelum makan.

Suatu ketika murid-murid Yesus mengindahkan tata cara makan ala Yahudi ini. Akibatnya, Yesus ditegur habis-habisan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat hanya karena para murid tidak membasuh tangan lebih dulu sebelum makan. Jawaban Yesus sungguh bijak menanggapi pertanyaan Farisi, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.

Saya mau beritahu, tapi jangan kaget. Kita seringkali bertindak seperti para Farisi dan ahli taurat itu. Kekristenan tak lebih dari sekedar tata cara dan aturan, bukan kehidupan. Kening kita mengkerut dan tidak suka kalau tata cara beribadah yang dilakukan tidak seperti aturan baku dalam gereja kita. Kita lebih memusingkan soal bertepuk tangan atau tidak. Kita lebih memusingkan antara memakai musik lengkap ataukah hanya menggunakan organ tua. Bagi yang biasa beribadah dengan tenang akan marah kalau suasana ibadah meriah dan hiruk pikuk. Bagi yang biasa beribadah dengan meriah akan mengecam kalau ibadah itu tidak ada urapan, seandainya dilakukan dengan cara yang tenang.

Kekristenan lebih penting hanya dari sekedar tata cara atau budaya saja. Kekristenan bukan hanya sekedar ritual belaka, tapi sungguh merupakan kehidupan nyata. Jadi, bagaimanapun beraneka ragam budaya saat beribadah itu tak terlalu penting, tak perlu dipusingkan, apalagi dipeributkan. Tuhan kita adalah Tuhan diatas segala budaya. Jadi, apakah kita akan memegahkan diri kalau merasa bahwa tata cara ibadah kitalah yang paling berkenan di hadapan Tuhan?

Lebih fokus kepada gaya hidup kita sebagai orang Kristen daripada ritual yang kita lakukan.
 
source: http://www.renungan-spirit.com/ilustrasi-rohani/budaya_beribadah.html

Kisah Anak Penyemir Sepatu

Adalah seorang Bapak yang berprofesi sebagai pengusaha. Setiap hari Bapak ini harus menyeberang sungai dengan sebuah kapal kecil untuk menuju ke kantornya. Sebelum pergi, biasanya ia mampir di sebuah kedai yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan itu untuk minum kopi. Di sekitar kedai itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu kepada pria-pria yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi.

Bapak inipun memanggil seorang anak kecil untuk menyemir sepatunya, "Nak, mari datang kemari. Tolong semirkan sepatu Bapak ya?"

Anak kecil itupun datang menghampiri Bapak ini dan dengan penuh semangat mulai menyemir sepatunya. Dari mata anak itu terpancar betapa senangnya ia melakukan pekerjaan itu untuk Bapak ini. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan kepadanya, dan anak itu mengucapkan terima kasih.

Keesokan harinya, ketika Bapak ini baru saja turun dari kapal kecil yang ditumpanginya, dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkan Bapak ini. Dengan senang hati ia membantu membawa tas Bapak ini sampai ke kedai kopi. Sementara Bapak ini menikmati hangatnya kopi pagi, anak kecil itu menyemir sepatunya sampai mengkilap. Seperti biasanya, setelah anak itu selesai menyemir sepatu, Bapak ini kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya.

Kejadian ini terus saja berulang sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti biasanya. Pagi itu, ketika anak kecil ini melihat sang Bapak turun dari kapal, dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke kedai kopi. Ia membuka sepatu Bapak ini dengan tangannya sendiri dan kemudian menyemir sepatunya sampai mengkilap. Dari sorot matanya yang polos, ia melakukannya dengan penuh antusias. Setelah selesai, Bapak ini kemudian mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya untuk memberikannya kepada anak itu. Tapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian Bapak ini.

Bapak ini kaget. ‘Apa yang terjadi? Apa ia tidak membutuhkan uang?' tanya Bapak itu dalam hatinya. Kemudian dengan lembut Bapak ini bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak membutuhkannya?"

Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan, ‘Nak, mari datang kemari', sewaktu Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kemudian sambil menangis, sambil memegang bahu anak itu dan memandang wajahnya, Bapak itu bertanya, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?" Sambil memeluk erat Bapak itu anak ini menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"

Bukankah demikian dengan kita? Ketika kita sebagai anak yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik menghampiri dan memanggil kita, "Nak, mari datang kemari!" Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih Bapa. Ketika kita merasakan kasihNya yang besar, kasih tanpa batas dan tanpa syarat itu, kasih Bapa itu pula yang dapat membuat kita berkata seperti anak kecil itu, "Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kacamata Anda

Ya Tuhan :Bukalah kiranya matanya supaya ia melihat ... 
II Raja-raja 6:17


Baik atau buruk itu tergantung dari cara kita memandang. Masalah bisa menjadi buruk tapi bisa juga menjadi baik, itu juga tergantung dari cara kita memandang. Lihatlah hal yang baik dengan cara pandang yang buruk, maka hal itu akan terlihat sedemikian negatif. Sebaliknya, lihatlah hal yang buruk dengan cara pandang yang baik, secara mengejutkan kita akan melihat hal-hal yang positif.

Dean Black menceritakan dua kisah nyata mengenai hal ini dalam buku Frogship Perspective. Seorang pemain bola basket berbakat, ketika berusia 16 tahun kehilangan kedua kakinya dalam sebuah kecelakaan. Ini hal yang buruk bagi Curt Brinkman, pebasket muda tersebut yang akhirnya menjadi atlet kursi roda terkenal. Ia berkata, “Segera sesudah kecelakaan itu saya bangkit. Saya justru tidak tahu seperti apa kalau kaki saya masih ada.”

Seorang pria setengah baya melihat kembali dari kebutaan matanya semenjak lahir. Lalu seorang psikolog yang menanganinya berkomentar tentang mantan pria buta ini, “Waktu buta, dia hebat sekali. Tapi waktu dia sembuh, prestasinya merosot drastis, bahkan seperti orang bodoh.”

Bagi kita kehilangan kedua kaki adalah masalah besar, tapi bagi Curt Brinkman justru adalah kunci kesuksesan. Bagi kita mendapat kembali penglihatan adalah hadiah, tapi bagi pria separuh baya tersebut adalah masalah besar. Mengapa bisa demikian? Ini bukan soal masalahnya, tapi soal bagaimana kita melihat sebuah masalah.

Perlu saya tekankan sekali lagi, lihatlah hal yang baik dengan cara pandang yang buruk, maka hal itu akan terlihat sedemikian negatif. Sebaliknya, lihatlah hal yang buruk dengan cara pandang yang baik, maka kita akan melihat hal-hal yang positif.

Apakah hari ini kita sedang mengalami masalah? Bagaimana cara kita memandang masalah tersebut? Tuhan selalu mengajar agar kita melihat segala masalah dari sudut pandang yang positif. Ini seperti orang yang memakai kacamata. Memakai kacamata hitam akan membuat obyek yang paling terangpun akan terlihat gelap. Jadi jika hari ini hidup Anda terlihat begitu suram dan gelap untuk dijalani, jangan-jangan yang salah adalah kacamata Anda.

Lihatlah setiap masalah yang paling buruk sekalipun dengan kacamata positif.

Mata Ganti Mata ?

Janganlah berkata: "Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya."
Amsal 24:29


Ketika saya membaca ulasan yang disampaikan oleh Abe Chehebar, CEO Accessory Network Group & Ghurka, saya tersenyum geli sekaligus mengakui kebenaran di dalam kata-katanya. Ia berkata seperti ini, “Hasil akhir dari teori mata ganti mata, gigi ganti gigi adalah dua orang ompong yang buta. Balas dendam adalah hal yang tidak masuk, apalagi jika terjadi dalam dunia bisnis!”

Dalam dunia kerja kadangkala kita harus berhadapan dengan pihak lain yang sangat menjengkelkan kita. Kita merasa dirugikan. Kita merasa diremehkan, dihina, atau dipandang sebelah mata. Kita merasa dipojokkan, dijegal dan dijatuhkan. Itu hal yang sangat menyakitkan.

Jika kita seorang karyawan, ada kalanya kita berhadapan dengan rekan kerja yang penuh tipu daya dan intrik demi menjatuhkan kita. Lalu bagaimana reaksi kita menghadapi semuanya itu? Akankah kita membalas setimpal dengan apa yang telah dilakukannya kepada kita? Jika kita melakukan hal itu, kita telah melakukan teori mata ganti mata, gigi ganti gigi. Hasilnya, musuh kita memang jadi “buta dan ompong”. Namun jangan lupa bahwa kita sendiri pun jadi “buta dan ompong”!

Balas dendam jelas tidak ada habisnya. Mengijinkan kebencian menguasai hati kita hanya akan membuat hilangnya fokus terhadap pekerjaan kita sendiri. Semua waktu kita hanya dihabiskan untuk berpikir bagaimana kita bisa melakukan pembalasan yang setimpal. Meski akhirnya kita berhasil melakukan pembalasan yang setimpal, pekerjaan kita sendiri akhirnya terbengkalai dan kacau. Kita berhasil membuat musuh kita buta dan ompong, namun hal yang sama juga terjadi pada diri kita.

Kunci keberhasilan Salomo ialah tidak membalas orang menurut perbuatannya. Dengan cara ini sebenarnya kita telah menghentikan permusuhan yang tidak ada habisnya. Yesus juga meneguhkan hal ini dengan hukum kasih, sehingga kita tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan, tapi sebaliknya membalas kejahatan dengan kebaikan.

Hasil akhir dari teori mata ganti mata, gigi ganti gigi adalah dua orang ompong yang buta!

Kirimkan Kapal

Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.
Pengkhotbah 11:1


“Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.” Ini adalah salah satu kunci sukses yang dimiliki oleh Salomo. Beberapa orang menafsirkan ayat ini sebagai tindakan Salomo dalam memberi uang kepada orang-orang miskin. Namun ada kemungkinan juga bahwa Salomo sedang berbicara tentang mengambil resiko dalam kehidupan. Kata yang diterjemahkan sebagai “melemparkan” mungkin lebih cocok jika diterjemahkan “mengirimkan”.

Pada waktu itu, Salomo memiliki kebiasaan mengirim kapal-kapalnya ke negeri-negeri asing untuk mengambil makanan atau harta karun yang tak ternilai harganya (I Raja-raja 9:26-28). Salomo sendiri tidak bisa memastikan apakah semua kapalnya akan kembali lagi penuh dengan muatan, ataukah kembali dengan tangan kosong, atau bahkan tidak kembali lagi! Yang jelas, kalau ia terlalu takut menghadapi kegagalan, ia hanya akan mengutus satu kapalnya atau bahkan tidak pernah mengutus sama sekali. Namun yang dilakukan Salomo adalah mengirimkan sebanyak mungkin kapal, karena itu berarti semakin besar kesempatannya untuk berhasil.

Hal yang sama juga berlaku bagi kesuksesan kita. Semakin banyak benih yang kita tabur, semakin banyak juga hasil yang akan kita tuai. Semakin banyak uang yang kita investasikan, semakin banyak juga uang yang bisa kita dapatkan. Semakin banyak pintu yang kita ketuk, semakin banyak juga pintu yang akan terbuka. Semakin banyak lamaran kerja yang kita kirim, semakin banyak juga kesempatan kita untuk mendapatkan pekerjaan. Pendek kata, semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil!

Jangan pernah menunggu “kapal” kita akan kembali dengan penuh muatan, kalau kita tidak pernah mengirim kapal itu. Atau kita hanya mengirim satu kapal dan menaruh seluruh pengharapan kita kepada satu kapal itu saja. Pendek kata, keberhasilan yang kita dapatkan akan sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.

Semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil.

Prajurit, Atlit dan Petani

Bila kita memperhatikan setiap Firman Tuhan, maka Tuhan akan memberikan kepada kita pengertian dalam segala sesuatu, dan kita dapat melakukannya sehingga kitapun memperoleh kemenangan demi kemenangan. Allah menghendaki kita menjadi kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus, jangan kita menjadi orang Kristen yang biasa-biasa saja, tetapi harus memiliki suatu kekuatan ekstra, karena Allah kita kuat dahsyat, besar dan luar biasa.

Salah satu kunci untuk dapat menjadi kuat adalah, setelah kita mendengar Firman Tuhan, jangan kita simpan hanya untuk diri sendiri saja, tetapi harus kemudian dibagikan dan diberitakan kembali kepada orang lain dengan pimpinan Roh Kudus. Bila kita terus menerus memberitakan Firman Tuhan, maka kita justru akan bertambah kuat, karena apa yang kita bicarakan bukan sesuatu yang kosong, tetapi tentang Injil yang adalah kekuatan Allah, suatu kebenaran Firman tuhan kepada orang lain dan menyalurkan serta mulai mempraktekkan karuni Roh kudus yang sudah kita terima.

Setelah kita menjadi kuat, maka kita akan dapat menjadi Prajurit yang baik didalam Kristus Yesus, seperti seorang Atlit dan seperti seorang Petani.

Prajurit yang baik didalam Kristus Yesus, II Timotius 2:3

Sebagai seorang prajurit, tidak boleh memusingkan diri sendiri dengan hal-hal pribadi, tetapi harus taat kepada sang komandan. Apapun yang harus kita hadapi dalam kehidupan kita, kita harus maju terus karena seorang prajurit harus merelakan keinginan dagingannya.
II Samuel 11:14-15, contoh seorang prajurit yang taat kepada atasannya, meskipun ia ditempatkan pada posisi yang berbahaya, tetapi ia melakukannya dengan nyawa sebagai taruhannya, dialah Uria. Kita sebagai prajurit-prajurit Allah, maka kitapun harus taat dan tunduk pada komandan kita, pemimpin kita yaitu Roh Kudus. Supaya kita dapat tunduk kepada Allah.
Sebagai prajurit Allah kita harus menghadapi musuh kita, bukan musuh darah dan daging tetapi roh-roh jahat penguasa udara, iblis, dan untuk dapat mengalahkan musuh, kita harus memiliki seluruh perlengkapan senjata Allah. Musuh utama kita adalah diri sendiri, dan segala bentuk kedagingan kita, seperti malas, malas untuk berdoa, malas untuk merenungkan Firman Tuhan, malas beribadah, malas bekerja dan sebagainya, juga perasaan diri yang paling benar, membenarkan diri sendiri, tidak mau mengakui kesalahan untuk kemudian bertobat dan sebagainya.
Jangan biarkan iblis mampu dan menguasai kita dengan hal-hal yang tampaknya baik dan menyenangkan. Jagai hati dan pikiran kita dari tipu muslihat iblis dan roh-roh jahat, kita harus proaktif, jangan samapai setelah diserang baru kita melakukan reaksi tetapi harus terlebih dahulu maju menyerang si iblis sebelum dia menyerang kita.
Bila kita berdoa, memuji menyembah Allah dan membaca Firman Tuhan, lakukan dengan konsentrasi yang penuh, apabila kita di gerakkan Roh Kudus untuk bermanifestasi, ikuti saja, biarkan Roh Kudus beracara dalam hidup kita, Dia sebagai pribadi ingin dihormati oleh kita. Konsentrasi penuh dalam menyembah Allah, sampai pintu gerbang kerajaan si iblis pun terdobrak dan iblis dibuat gemetar. Kita sebagai prajurit Allah harus selalau siap bertempur dan mampu menggertak si iblis.

Sebagai seorang Atlit yang memperoleh mahkota sebagai juara, II Timotius 2:5
Setiap kita yang sudah mengalami kelahiran baru, mau tidak mau kita harus masuk dalam gelanggang pertandingan dan tentu saja kita harus berusaha untuk dapat keluar sebagai juara dan memperoleh mahkota. I Korintus 9:25-27, tiap-tiap orang yang kuat ambil bagian dalam suatu pertandingan harus menguasai diri dalam segala hal, kita harus menguasai diri kita, seluruh tubuh kita jangan dipergunakan untuk hal yang sia-sia.
Kita harus mengontrol diri kita apakah sudah siap untuk berlari sampai pada tujuan dan memperoleh hadiah. Seperti seorang atlit kitapun harus mendisiplinkan diri seperti dalam hal makan, makanan kita adalah Firman Allah yang dapat membuat roh kita semakin besar. Makan Firman, tidak hanya membaca tetapi sampai Firman Allah itu sungguh-sungguh menjadi rhema bagi kita, kita harus mentaati peraturan yaitu Firman Tuhan dan hidup dipimpin Roh Kudus.

Seorang petani yang bekerja keras dan yang menikmati hasil usahanya, II Timotius 1:6
Sang petani adalah orang yang tekun dan merawat tanamannya dengan penuh kasih supaya menghasilkan buah yang lebat untuk dinikmati banyak orang. Demikian halnya dengan kita, harus menjadi orang yang penuh kasih, tidak egois, tetapi harus peduli pada orang lain.

Seorang petani dialah yang pertama kali menikmati hasil usahanya. Bila kita melayani Tuhan dan bekerja diladang Tuhan, kitapun yang pertama kali menikmati hasilnya, kita dapat mengerti dan merasakan betapa Allah kita luar biasa. Tuhan tidak hanya menyediakan berkat jasmani yang dapat kita nikmati, tetapi lebih lagi berkat rohani atau berkat surgawi yang sudah disediakan bagi kita orang-orang yang mengasihinya.


Seperti seorang Prajurit, Atlit dan Petani, mereka adalah tipe-tipe yang mau bekerja keras, militan dan tidak pernah takut gagal, rajin berlatih, punya tujuan yang jelas dan tidak terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Kitapun harus demikian dalam melayani Tuhan dan bekerja di ladangnya, jangan kita memilah-milah pelayanan hanya dari luarnya saja dan tampak seperti terhormat, padahal karya Allah bisa bekerja melalui apa saja, jangan pernah batasi pekerjaan Allah, ikuti saja kemana kehendak Allah dalam kita melayani-Nya, bersikap seperti prajurit yang diperintahkan oleh komandannya, untuk masuk dan maju dalam medan peperangan.

Andalkan Tuhan, jangan andalkan kekuatan sendiri, mengandalkan kekuatan dan kedagingan kita hanya akan menyebabkan kita makin terjembab pada masalah yang sama, Marilah kita mulai untuk mecoba taat kepada Tuhan dalam segala hal, bersungguh-sungguh, berlari dengan tujuan yang pasti mencapai garis finish, keluar sebagai pemenang dan memperoleh hadiah mahkota yang dari Allah sudah disediakan bagi kita.
 

Perubahan Itu Dari Dalam

Seorang Maharaja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di luar istana kakinya terluka karena terantuk batu.

Ia berpikir, "Ternyata jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya."

Maharaja lalu memanggil seluruh menteri istana, Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari seluruh negeri.

Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja, "Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja."

Konon sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut "sandal".

Ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan bukan dengan jalan mengubah dunia itu. Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain yang terlibat di sana, sebab seringkali dalam pandangan kita dunia adalah bayangan diri kita sendiri.

Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit, atau melapisi hati kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?

Kritik

Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali,
tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana-
Amsal 24:16


Suatu kali seorang pemusik muda mengadakan konser perdana, namun setelah konser ia dicela habis-habisan oleh banyak kritikus. Rasa depresi segera melanda pemuda itu. Hingga Jean Sibelius, komposer Finlandia yang terkenal menghiburnya. “Ingat Nak, tidak ada satupun kota di seluruh dunia yang mendirikan patung penghargaan untuk kritikus.”

Mungkin kita juga pernah dicela dan dikritik oleh orang di sekitar kita. Apapun yang kita perbuat, sang kritikus siap “bernyanyi” dengan nada-nada sumbang. Tapi saya teringat pada Elvis Presley yang pernah dipecat oleh manajer Grand Ole Opry dengan komentar, “Kamu tidak terkenal, Nak. Sebaiknya kamu kembali menjadi supir truk.” Clint Eastwood juga pernah dipecat dari Universal Pictures hanya karena giginya cuwil. Decca Records pernah menolak 4 pemuda yang gugup ketika bermain untuk rekaman pertamanya. Mereka berkata, “Kami tidak suka mereka. Kelompok gitaris tidak begitu populer.” Keempat pemuda itu adalah The Beatles. Itulah contoh dari orang-orang yang pernah dikritik, dicela bahkan ditolak. Tetapi dari kritik itu, mereka bangkit sehingga hari ini, kita pasti mengenal nama-nama di atas sebagai legenda dalam bidangnya.

Mungkin saat ini sebagai karyawan atau usahawan yang baru dalam perintisan, Anda sudah mendapat kritikan. Satu yang bisa saya tulis untuk Anda, “Teruslah maju mencari peluang!” Percayalah Allah sedang mengerjakan rencana hebat untuk pekerjaan Anda. Saatnya kita melihat kritik sebagai dorongan orang lain agar kita tetap bersemangat dan mengembangkan potensi diri. Dari kritikan kita bisa melihat kelemahan-kelemahan yang mungkin belum kita sadari. Kritik juga melatih kita menjadi bermental unggul. Jangan lupa juga, seorang tokoh terbesar pun lahir di antara kritikan dan cemooh. Dialah Yesus yang kini telah menebus dosa kita. Ia-lah yang akan menjadi pelatih mental kita agar dapat menggunakan kritik sebagai pemacu untuk meraih kesuksesan.

Kritikan adalah satu rahasia kesuksesan.
Jangan bunuh suara-suara kritik tetapi peliharalah demi keberhasilan pekerjaan Anda.
Tetaplah optimis!
Kritik bisa membuat kita melihat kelemahan yang sering belum kita sadari.

source: http://www.renungan-spirit.com

Kirimkan Kapal

Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.- Pengkhotbah 11:1


“Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.” Ini adalah salah satu kunci sukses yang dimiliki oleh Salomo. Beberapa orang menafsirkan ayat ini sebagai tindakan Salomo dalam memberi uang kepada orang-orang miskin. Namun ada kemungkinan juga bahwa Salomo sedang berbicara tentang mengambil resiko dalam kehidupan. Kata yang diterjemahkan sebagai “melemparkan” mungkin lebih cocok jika diterjemahkan “mengirimkan”.
 
Pada waktu itu, Salomo memiliki kebiasaan mengirim kapal-kapalnya ke negeri-negeri asing untuk mengambil makanan atau harta karun yang tak ternilai harganya (I Raja-raja 9:26-28). Salomo sendiri tidak bisa memastikan apakah semua kapalnya akan kembali lagi penuh dengan muatan, ataukah kembali dengan tangan kosong, atau bahkan tidak kembali lagi! Yang jelas, kalau ia terlalu takut menghadapi kegagalan, ia hanya akan mengutus satu kapalnya atau bahkan tidak pernah mengutus sama sekali. Namun yang dilakukan Salomo adalah mengirimkan sebanyak mungkin kapal, karena itu berarti semakin besar kesempatannya untuk berhasil.
 
Hal yang sama juga berlaku bagi kesuksesan kita. Semakin banyak benih yang kita tabur, semakin banyak juga hasil yang akan kita tuai. Semakin banyak uang yang kita investasikan, semakin banyak juga uang yang bisa kita dapatkan. Semakin banyak pintu yang kita ketuk, semakin banyak juga pintu yang akan terbuka. Semakin banyak lamaran kerja yang kita kirim, semakin banyak juga kesempatan kita untuk mendapatkan pekerjaan. Pendek kata, semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil!
 
Jangan pernah menunggu “kapal” kita akan kembali dengan penuh muatan, kalau kita tidak pernah mengirim kapal itu. Atau kita hanya mengirim satu kapal dan menaruh seluruh pengharapan kita kepada satu kapal itu saja. Pendek kata, keberhasilan yang kita dapatkan akan sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.
 
Semakin banyak kapal yang kita kirimkan, semakin besar kesempatan kita untuk berhasil.
 

Tiga Tipe Pemberi: Batu Api, Spon dan Sarang Lebah

Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya ...- Amsal 11:24

Kita semua tentu pernah memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Hanya saja motivasi kita memberi itu berbeda-beda. Ada yang memberi karena ada pamrih terselubung. Ada juga yang memberi karena terpaksa. Tapi ada juga yang memberi karena ketulusan hati dan ekspresi kasih.

Ada tiga macam pemberi. Si batu api, si spon dan si sarang lebah. Untuk mendapatkan si batu api, Anda harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya Anda hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut kalau namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu.

Ada si spon. Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, Anda harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati.

Yang terakhir adalah pemberi tipe sarang lebah. Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya.

Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana kemari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa dulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Memberi karena ada iman bahwa yang telah mereka berikan akan segera diganti dengan baru. Berharap bahwa kita semua adalah orang Kristen yang suka memberi. Memberi karena ketulusan dan ekspresi kasih. Hal yang paling unik soal memberi adalah kita tidak akan pernah kekurangan di saat kita memberi. Tak pernah ada orang yang jatuh miskin karena ia memberi. Mengapa? Karena Tuhan selalu menggantinya dengan berkat yang selalu baru.

Apakah kita sudah menjadi pemberi yang tulus?

source: http://www.renungan-spirit.com

Hal Kecil

Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan. - Amsal 30:24


Benjamin Franklin pernah berkata, “Pukulan-pukulan kecil dapat menumbangkan pohon oak yang besar !” Memang mengherankan ketika melihat hal-hal yang penting dan temuan-temuan besar di dunia ini justru lahir dan berasal dari hal-hal yang kecil. Kita selalu punya kecenderungan untuk melihat sesuatu yang besar daripada memperhatikan sesuatu yang kecil. Hal-hal kecil biasanya kita lewatkan begitu saja, padahal melewatkan hal-hal kecil sebenarnya menutup pintu bagi kemungkinan-kemungkinan besar.
 
Siapa peduli dengan sarang laba-laba? Tidak ada yang suka dengan sarang laba-laba, kecuali Spiderman tentunya. Sarang laba-laba identik dengan tempat yang kotor, jorok dan jarang dibersihkan. Melihat sarang laba-laba membuat kita jadi tidak sabar lagi untuk segera mengambil sapu dan menghilangkan sarang laba-laba itu. Sementara banyak orang melewatkan hal-hal yang kecil, seorang yang peduli dengan hal-hal kecil justru terinspirasi dengan sarang laba-laba ini. Inspirasi dari sarang laba-laba inilah yang kemudian melahirkan gagasan untuk membuat jembatan gantung! Siapa peduli dengan suara ketel di atas kompor? Suara itu benar-benar mengganggu dan berisik. Membuat kita tak sabar untuk segera mematikan kompor agar suara ketel itu berhenti. Mempedulikan suara ketel adalah tindakan yang bodoh, tapi justru dari suara ketel itulah mesin uap kemudian diciptakan oleh seorang James Watt.
 
Telah terbukti bahwa hal-hal besar selalu lahir dari hal-hal kecil. Seringkali kita melewatkan banyak hal kecil terjadi begitu saja. Kita terlanjur punya konsep bahwa hal-hal besar selalu lahir dari pemikiran yang rumit. Itu sebabnya kita selalu disibukkan dengan hal-hal besar dan hal-hal paling rumit, dan tidak pernah mempedulikan hal-hal kecil yang nampaknya terlalu sederhana untuk dipikirkan. Terbukalah dengan hal-hal kecil. Belajar peka dan kritis dengan hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kita. Jangan pernah membiarkan hal-hal kecil terlewatkan begitu saja, tanpa kita bisa belajar darinya. Jangan sampai suatu saat kita akan dipermalukan akibat kita selalu meremehkan hal-hal kecil.


Semua hal besar selalu berawal dari hal kecil.

source: http://www.renungan-spirit.com/

Kisah Baut Kecil

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; - Filipi 2:3


Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.

Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.

Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"

Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga.

source: http://www.renungan-spirit.com

Dia Membuat Segala Sesuatu Indah Pada WaktuNya

Ada seorang anak laki-laki yang berambisi bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi jenderal angkatan darat. Anak itu pandai dan memiliki ciri-ciri yang lebih daripada cukup untuk dapat membawanya kemanapun ia mau. Untuk itu ia bersyukur kepada Allah, oleh karena ia adalah seorang anak yang takut akan Allah dan ia selalu berdoa agar supaya suatu hari nanti impiannya itu akan menjadi kenyataan. Sayang sekali, ketika saatnya tiba baginya untuk bergabung dengan angkatan darat, ia ditolak oleh karena memiliki telapak kaki rata.

Setelah berulang kali berusaha, ia kemudian melepaskan hasratnya untuk menjadi jenderal dan untuk hal itu ia mempersalahkan Allah yang tidak menjawab doanya. Ia merasa seperti berada seorang diri, dengan perasaan yang kalah, dan diatas segalanya, rasa amarah yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Amarah yang mulai ditujukannya terhadap Allah. Ia tahu bahwa Allah ada, namun tidak mempercayaiNya lagi sebagai seorang sahabat, tetapi sebagai seorang tiran (penguasa yang lalim). Ia tidak pernah lagi berdoa atau melangkahkan kakinya ke dalam gereja. Ketika orang-orang seperti biasanya berbicara tentang Allah yang Maha Pengasih, maka ia akan mengejek dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan rumit yang akan membuat orang-orang percaya itu kebingungan.

Ia kemudian memutuskan untuk masuk perguruan tinggi dan menjadi dokter. Dan begitulah, ia menjadi dokter dan beberapa tahun kemudian menjadi seorang ahli bedah yang handal. Ia menjadi pelopor di dalam pembedahan yang berisiko tinggi dimana pasien tidak memiliki kemungkinan hidup lagi apabila tidak ditangani oleh ahli bedah muda ini. Sekarang, semua pasiennya memiliki kesempatan, suatu hidup yang baru. Selama bertahun-tahun, ia telah menyelamatkan beribu-ribu jiwa, baik anak-anak maupun orang dewasa. Para orang tua sekarang dapat tinggal dengan berbahagia bersama dengan putra atau putri mereka yang dilahirkan kembali, dan para ibu yang sakit parah sekarang masih dapat mengasihi keluarganya.

Para ayah yang hancur hati oleh karena tak seorangpun yang dapat memelihara keluarganya setelah kematiannya, telah diberikan kesempatan baru. Setelah ia menjadi lebih tua maka ia melatih para ahli bedah lain yang bercita-cita tinggi dengan tekhnik bedah barunya, dan lebih banyak lagi jiwa yang diselamatkan. Pada suatu hari ia menutup matanya dan pergi menjumpai Tuhan. Di situ, masih penuh dengan kebencian, pria itu bertanya kepada Allah mengapa doa-doanya tidak pernah dijawab, dan Tuhan berkata, "Pandanglah ke langit, anakKu, dan lihatlah impianmu menjadi kenyataan." Di sana, ia dapat melihat dirinya sendiri sebagai seorang anak laki-laki yang berdoa untuk bisa menjadi seorang prajurit. Ia melihat dirinya masuk Angkatan Darat dan menjadi prajurit. Di sana ia sombong dan ambisius, dengan pandangan mata yang seakan-akan berkata bahwa suatu hari nanti ia akan memimpin sebuah resimen. Ia kemudian dipanggil untuk mengikuti peperangannya yang pertama, akan tetapi ketika ia berada di kamp di garis depan, sebuah bom jatuh dan membunuhnya. Ia dimasukkan ke dalam peti kayu untuk dikirimkan kembali kepada keluarganya. Semua ambisinya kini hancur berkeping-keping saat orang tuanya menangis dan terus menangis.

Lalu Tuhan berkata, "Sekarang lihatlah bagaimana rencanaKu telah terpenuhi sekalipun engkau tidak setuju." Sekali lagi ia memandang ke langit. Di sana ia memperhatikan kehidupannya, hari demi hari dan berapa banyak jiwa yang telah diselamatkannya. Ia melihat senyum di wajah pasiennya dan di wajah anggota keluarganya dan kehidupan baru yang telah diberikannya kepada mereka dengan menjadi seorang ahli bedah. Kemudian di antara para pasiennya, ia melihat seorang anak laki-laki yang juga memiliki impian untuk menjadi seorang prajurit kelak, namun sayangnya dia terbaring sakit. Ia melihat bagaimana ia telah menyelamatkan nyawa anak laki-laki itu melalui pembedahan yang dilakukannya. Hari ini anak laki-laki itu telah dewasa dan menjadi seorang jenderal. Ia hanya dapat menjadi jenderal setelah ahli bedah itu menyelamatkan nyawanya.

Sampai di situ, Ia tahu bahwa Tuhan ternyata selalu berada bersama dengannya. Ia mengerti bagaimana Allah telah memakainya sebagai alatNya untuk menyelamatkan beribu-ribu jiwa, dan memberikan masa depan kepada anak laki-laki yang ingin menjadi prajurit itu....


Untuk dapat melihat kehendak Allah digenapkan di dalam hidupmu, kamu harus mengikuti Allah dan bukan mengharapkan Allah yang mengikutimu...Apa yg kamu alami hari ini..mungkin kamu mengerti..Satu hal tanamkan di dalam hati...Yang Tuhan beri pastilah indah...Tuhan takkan memberi ular beracun pada yang minta roti...Tantangan, gangguan, hambatan, ancaman, cobaan hidup yang kamu alami takkan melebihi kekuatanmu...